Penggunaan sensor accelerometer pada smartphone sebagai basis pendeteksian getaran gempa bumi telah banyak dikembangkan, beberapa penelitian terakhir dilakukan oleh tim i-jishin, iShake, dan Community Seismic Network (CSN). Tujuan besar dari pengembangan bidang ini adalah sistem deteksi gempa bumi yang mampu menyebarkan informasi dengan cepat dan efektif. Melalui integrasi informasi yang didapatkan dari sensor accelerometer pada smartphone dan sensor seismik asli, diharapkan sistem peringatan yang handal dapat terbentuk. Sensor accelerometer pada smartphone dapat tersebar masif melalui komunitas penggunanya, walaupun akurasinya belum tinggi. Sedangkan sensor seismik asli memiliki akurasi yang tinggi namun jumlah dan responnya terbatas. Teknik pengenalan getaran gempa yang telah dikembangkan pada smartphone umumnya didasarkan pada threshold intensitas getaran. Bila intensitas getaran melampaui threshold yang ditentukan, pemicu laporan kejadian gempa teraktifkan. Teknik seperti ini tak mampu membedakan asal getaran, sebab hanya fokus pada intensitasnya. Penelitian ini menggunakan transformasi Fourier, analisis frekuensi dan pemelajaran mesin untuk mengembangkan teknik pengenalan sinyal getaran gempa dan nongempa. Melalui metode tersebut, diharapkan sistem pengenalan getaran dapat terbentuk lebih akurat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan penggunaan teknik pemelajaran mesin dengan metode classifier SVM (Support Vector Machine) dapat menghasilkan akurasi 84,82%. Fitur ekstraksi sinyal getaran yang digunakan adalah 3 frekuensi terdominan sinyal. Metode classifier Naïve Bayes, Logistic Regression, dan Random Forests menghasilkan akurasi sedikit lebih rendah di bawah SVM. Penelitian ini juga mengungkapkan akurasi klasifikasi getaran yang dilakukan tidak terlalu terpengaruh oleh rentang waktu pencuplikan. Sebab, hasil akurasi dari pemrosesan dengan jendela waktu 2,5 detik tidak jauh berbeda dengan jendela waktu 10 detik. Selain itu, penelitian ini mengevaluasi teknik filter frekuensi untuk pengenalan sinyal getaran gempa ternyata tidak dapat dilakukan karena kemiripan distribusi frekuensi sinyal gempa dan nongempa.