ABSTRAK
Walaupun penggunaan e-procurement di Kementerian Pekerjaan Umum sudah berjalan sejak dahulu, akan tetapi masih terdapat banyak masalah pada setiap versi peningkatan layanan yang dapat diberikan oleh sistem tersebut. Salah satu yang masih menjadi agenda adalah banyaknya keterlambatan pelelangan proyek dan tidak lengkapnya data pelelangan yang salah satunya disebabkan oleh pengguna yang disebut panitia lelang tidak menggunakan e-procurement dalam proses pelelangan sesuai dengan peraturan. Rendahnya pemanfaatan e-procurement oleh panitia lelang diduga disebabkan banyak hal misalnya kualitas sistem yang belum terintegrasi, regulasi yang belum ketat, dan resistensi pengguna terhadap sistem yang biasanya memang terjadi pada penggunaan suatu sistem di organisasi. Kementerian Pekerjaan Umum pun belum melakukan kegiatan analisis penerimaan pengguna terhadap sistem untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan pengguna setiap melakukan upgrade terhadap sistem. Penulis pun melakukan analisis penerimaan pengguna terhadap sistem e-procurement dengan menggunakan teori Model Penerimaan Teknologi dengan teknik Model Persamaan Struktural. Setelah melihat kondisi penggunaan e-procurement di Kementerian Pekerjaan Umum, penulis membuat sebuah model penerimaan yang diadaptasi dari teori Model Penerimaan Teknologi 2. Hal selanjutnya adalah melakukan analisis menggunakan teknik Model Persamaan Strukturalsehingga diketahui bahwa faktor kualitas informasi, kesukarelaan, dukungan organisasi, peraturan, kualitas sistem, dan kualitas layanan untuk menggunakan sistem e-procurement merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan pemanfaatan e-procurement di Kementerian Pekerjaan Umum.
|