ABSTRAK
Pengembangan Perangkat lunak dikatakan berhasil apabila sesuai dengan batasan yang
ditentukan, tepat waktu, dan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan. Berdasarkan
laporan rekapitulasi capaian proyek di Jakarta Smart City (JSC) tahun 2020-2021
diperoleh fakta bahwa proyek yang berhasil diselesaikan tepat waktu hanya 46.67%,
sedangkan 30% diselesaikan terlambat dan bahkan 43.33% dinyatakan tidak selesai.
Melalui identifikasi permasalahan yang dilakukan dengan diagram fishbone, pada domain
process disebutkan bahwa di JSC tidak ada standarisasi metode pengembangan perangkat
lunak yang digunakan. Hal ini mendorong penulis melakukan penelitian berfokus pada
penyusunan metodologi pengembangan perangkat lunak yang tepat di JSC. Penyusunan
metodologi pengembangan perangkat lunak menggunakan Essence Framework dan Agile
Transition Framework, serta dipadankan dengan metode penelitian design science
research (DSR). Identifikasi masalah dilakukan melalui wawancara bersama dengan
Kepala Divisi Pengembangan dan Manajer Proyek. Penyusunan metodologi melibatkan
seluruh Team Lead dari Divisi Pengembangan melalui kegiatan focus group discussion
(FGD), dimana pada kegiatan ini terdapat proses pemilihan praktik dari beberapa metode
pengembangan perangkat lunak yang sudah ada. Kemudian validasi dilakukan dengan
expert judgement oleh 3 pakar / praktisi agile dari eksternal. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, dari 99 praktik yang berasal dari 10 metode Agile, dihasilkan sebuah
metodologi pengembangan perangkat lunak yang terdiri dari 20 praktik yang dipetakan
dalam 10 aktivitas yang berasal dari 6 metode Agile (Scrum, Nexus, Kanban, Xtreme
Programming) dan Scaling Agile (LeSS dan SAFe). Selanjutnya untuk penerapan
metodologi pengembangan perangkat lunak tersebut di JSC, digunakan strategi model
ADAPT yaitu Awareness, Desire, Ability, Promotion, dan Transfer.
|