ABSTRAK

Sebagai tindak lanjut dari rencana bisnis Bank BNI pasca restrukturisasi, peningkatan porrsi bisnis ritel, dalam hal ini bisnis kartu kredit merupakan bagian penting yang membutuhkan dukungan teknologi informasi yang intensif. Sejalan denan itu, pembentukan Divisi Pengelolaan Bisnis Kartu selanjutnya disebut BNI-PBK, sebagai penanggung jawab pelaksanaan bisnis kartu kredit memperlihatkan keseriusan Bank BNI untuk terjun di dalam bisnis ini. Dalam perjalanannya BNI-PBK telah mengimplementasikan perangkat lunak Vision Plus, selanjutnya disebut V+, yang kemudian digantikan perannya oleh Card Link, selanjutnya disebut CL. Yang menarik adalah rentang waktu penggantian antara perangkat lunak yang satu dengan lainnya terbilang relatif cukup pendek. Dikaitkan dengan aspek bisnis dan aspek teknologi, studi kasus ini akan membahas keputusan penggantian perangkat lunak tersebut dari sudut pandang Information Economics (IE). Penggunaan Traditional Cost Benefit Analysis (TCBA) dirasakan belum cukup akurat untuk dapat mengevaluasi dampak yang ditimbulkan atas investasi teknologi informasi. Faktor adanya intangible benefit merupakan suatu hal yang harus mendapatkan pertimbangan tersendiri. Hal ini terlihat dengan perolehan skor dari proyek V+ yang secara finansial lebih besar biaya yang dibutuhkan dibandingkan dengan proyek CL. Proyek V+ mendapatkan nilai 146.51 sedangkan proyek CL memperoleh nilai 122.96