Pembiayaan dalam perbakan syariah pada umumnya dikenal dengan produk pinjaman atau kredit pada perbankan konvensional. Karena prinsip kedua jenis produk tersebut berbeda. dimana pinjaman artinya bank meminjamkan uang dengan imalan berupa bunga yang harus dibayarkan nasabah pada sat pengembalian pinjaman tersebut. Praktek ini dilarang dalam perbankan syariah, suatu praktek perbankan dalam ruang lingkup yang lebih luas yaitu perekonomian syariah yang didasarkan pad AlQuran dan Hadist. Alasan pelarangannya adalah, nasabah seharusnya tidak dikenakan tambahan padasaat pengembalian pinjaman karena pada prinsipnya nilai uang tidak bertambah. Berbedan dengan konsep perbankan/ekonomi konvensional yang mempunyai prinsip Time Value of Money: dimana nilai uang pada saat ini tidak sama dengan nilai uang dimasa yang akan datang. Sedangkan perbankan syariah menganut azas "Economic Value of Time", berprinsip nilai uang adalah tetap dan uang tidak dapat di perdagangkan tetapi hanya sebagai alat tukar. Dengan demikian perbankan syariah melihat pembaiyaan bukan sebagai pemaksaan, tetapi bagaimana membantu nasabah dalam mengembangkan usahanya. Apakah nasabah kemudian memperoleh untung atau rugi, keuntungan dan kerugian tersebut harus dibagi bersama sesuai kesepakatan dalam bentuk lagi hasil. Pembiayaan yang diamksud disini lebih kepada pembiayaan investasi dan modal kerja bukan pembiayaan konsumtif. Perbedaan ini mengakibatkan konsekuensi adanya kemampuan perbankan u/ membuka akses langsung antara nasabah pemilik dana (atau dalam Perbankan konvensional dikenal dengan penabung/deposan) dengan nasabah pembiayaan. Karena prinsipnya harus ada point to ppoing channel' diantara keduanya bukan dengan model Pooling" dana nasabah (liabilities) kemudian baru disalurkan kesisi asset seperti pada perbankan konvensional yang mempraktekan perbedaan pemberian bunga (spread) sebagai dasar keuntungan bank. Tulisan ini menjawab tantangan itu dari model proses bisnis yang dimodifikasi sehingga tepat dengan penerapan konsep e-business sebagai infrastruktur TI yang memperlancar fungsi intermediasi tersebut. Jadi penulis tidak hanya merancang infrastruktur e-business tetapi juga menawarkan model proses bisnis intermediasi pembiayaan (financing intermediary) denan perubahan peranan bank sebagai mediator murni yang mendapatkan tambahan sumber penghasilan melalui fee dari jasa-jasa fungsi mediator ini, konsultasi bisnis, pertukaran informasi (information exhange) dengan bank lain dan tentu saja bagi hasil dari pembiayaan seperti pada praktek pembiayaan saat ini. Model bisnis inipenulis yakini akan meningkatkan kemampuan bank dalam meraih keuntungan dan meminimalisasi resiko, karena manajemen resiko dalam model bisnis ini beruasaha mentransfer resiko dari bank langsung ke pihak investor (pemilik dana) dan proses pengawasan secara langsung oleh investor terhadap nasabah pembiyaan karena investor memiliki sense of belongng, yang lebih besar dibandingkan sistem asebelumnya. Konsep produk ini sebenarnya telah ada pada perbankan syariah dalam bentuk skema Mudharabah Muqayyadah, namun sebagai mana kondisi perbankan di Indonesia yang lebih banyak mengkonversi perbankan konvensional menjadi syariah, penulis berharap adanya usaha yang lebih berani dalam merombak kebiasaan pembiayaan saat ini yang terbukti kurang berkembang dan rentan resiko wanprestasi dalam pembayaran angsuran. Bagaimana mengubah peran bank dan pemilik dana ini membutuhkan kerja keras dan payung regulasi yang memadai dari beberapa pihak terkait. Bentuk infrastruktur e-business yang diajukan oleh penulis adalah infrastruktur dalam bentuk perancanan arsitektur logis, konseptual dan fisik/ eksekusi dengan mengikuti konsep / metodologi pengembangan aplikasi e-business yang menjadi best practice saat ini.
|
|