Tidak ada review pada koleksi ini: 55453
Industri perbankan di Indonesia mengalami transformasi signifikan dalam pengelolaan
data pribadi pengguna akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Teknologi ini memberikan manfaat besar di berbagai sektor, namun juga menimbulkan
tantangan dalam pelindungan data pribadi. Secara global, regulasi seperti General Data
Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa menetapkan persyaratan ketat terkait
pengolahan data yang transparan dan sah, berpengaruh besar pada organisasi yang tidak
mematuhinya. Di Indonesia, Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan
Data Pribadi mengadopsi prinsip-prinsip GDPR untuk memperkuat pelindungan data
pribadi, menciptakan harmonisasi antara praktik lokal dan standar internasional.
Penilaian Dampak Pelindungan Data Pribadi (PDPDP) dijelaskan dalam Artikel 35
GDPR sebagai metode mitigasi risiko dari pemrosesan data pribadi, mencakup deskripsi
sistem, evaluasi operasi, penilaian risiko, dan langkah-langkah mitigasi. Di Indonesia,
ketentuan terkait PDPDP diatur dalam UU No. 27 Tahun 2022 dan POJK No. 11 Tahun
2022, dengan pengendali data diwajibkan melakukan PDPDP untuk pemrosesan data
berisiko tinggi. Namun, hingga penelitian ini dibuat, peraturan pemerintah sebagai
petunjuk teknis belum diterbitkan. Penelitian ini fokus pada penyusunan kerangka kerja
PDPDP di sektor perbankan Indonesia sesuai UU Pelindungan Data Pribadi. Penelitian
ini bertujuan mengembangkan dan menguji kerangka kerja Penilaian Dampak
Pelindungan Data Pribadi (PDPDP) di sektor perbankan Indonesia guna memastikan
kepatuhan terhadap UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Berdasarkan rumusan
masalah, penelitian ini menjawab tiga pertanyaan utama: komponen-komponen kerangka
kerja PDPDP, instrumen pengukuran PDPDP, dan validasi instrumen melalui studi kasus
pada perbankan Indonesia.Validasi instrumen menggunakan metode Fleiss Kappa
menunjukkan tingkat kesepakatan moderat (nilai 0.491), yang menandakan perlunya
peningkatan konsistensi antar penilai. Temuan ini menyoroti variasi implementasi
kebijakan perlindungan data di berbagai bank, khususnya terkait fungsi dan
keterjangkauan Data Protection Officer (DPO). Penelitian ini juga menemukan bahwa
pentingnya PDPDP dan analisis risiko sebagai komponen integral, sejalan dengan
penelitian terdahulu. Namun, penelitian ini menyoroti kebutuhan untuk adaptasi regulasi
lokal dan penyusunan instrumen yang lebih praktis bagi sektor perbankan Indonesia.
Selain itu, keterbatasan pilihan jawaban dalam validasi instrumen mempengaruhi hasil,
menunjukkan perlunya peningkatan metode validasi. Rekomendasi untuk perbankan
Indonesia meliputi adopsi kerangka kerja PDPDP yang komprehensif, pelatihan dan
kesadaran staf, validasi instrumen, integrasi PDPDP dalam proses bisnis, pengembangan
aplikasi IT untuk PDPDP, serta pemantauan dan evaluasi berkelanjutan. Dengan
demikian, penelitian ini memberikan solusi praktis bagi perbankan Indonesia dan
berkontribusi pada literatur terkait pelindungan data pribadi, serta membuka jalan bagi
penelitian lanjutan yang lebih luas dan mendalam.