Tidak ada review pada koleksi ini: 41880
Tahapan Requirement Analysis memiliki kontribusi terbesar atas
keberhasilan sistem perangkat lunak dibandingkan dengan tahapan lain dalam
software development. Dalam konteks e-government, sistem perangkat lunak
berfungsi untuk mendukung aktifitas proses bisnis agar terciptanya good
governance. Proses bisnis yang berlangsung di lingkungan pemerintahan selalu
diatur dalam peraturan.Untuk memperoleh proses bisnis dari peraturan yang ada,
dapat menggunakan Business Process Model (BPM).BPM adalah suatu aktitifas
untuk elisitasi, dokumentasi, visualisasi dan analisis prosedur kerja dalam
organisasi. Beberapa prosedur kerja dalam organisasi yang ada di dalam BPM,
menjadi dasar dalam menentukan fitur-fitur sistem perangkat lunak.Fitur yang
dihasilkan dari BPM, memungkinkan memiliki karakteristik fitur commonality
dan variability.Fitur commonality adalah fitur yang memiliki fungsi yang sama
dalam berbagai sistem perangkat lunak, sedangkan fitur variability adalah fitur
yang memiliki variasi dalam berbagai sistem perangkat lunak. Hal ini
dimungkinkan, karena keberagaman kebutuhan (requirements) berbagai
organisasi pemerintahan dalam mengotomatisasikan aktifitas dalam proses
bisnis.Kondisi seperti ini terjadi pada aplikasi e-government terpasang di
Indonesia. Aplikasi e-government yang terpasang belum optimal karena antara
fitur fitur yang terdapat pada aplikasi e-government tersebut belum sepenuhnya
sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar penentuan kebutuhan organisasi.
Kondisi ini dapat diatasi dengan mengembangkan software Product Line
(SPL) yang terdapat dalam framework Software Product Line Engineering
(SPLE). SPLE adalah framework yang dapat digunakan untuk mengembangkan
SPL, karena SPLE dapat meminimalisasi effort software development. SPL adalah
product yang dihasilkan dari diversity product yang memiliki berbagai fitur
commonality dan variability.Berdasarkan penelitian sebelumnya, metode
requirements analysis untuk mengembangkan SPL, fitur commonality dan
variability dihasilkan secara langsung dari domain requirement dan mengabaikan
aplikasi terpasang. Sejauh ini, belum ada metode untuk mengakomodir aplikasi
terpasang yang telah memiliki fitur commonality dan variability. Oleh karena itu,
penelitian ini mengkaji metode requirement analysis yang dapat mengakomodir
secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan top down dan bottom up.
Maksudnya adalah, jika fitur commonality dan variability didapatkan dari
dokumen peraturan, maka dikatakan top down, sedangkan jika didapatkan dari
aplikasi terpasang, maka dikatakan bottom up. Hal ini dapat menghasilkan fitur
commonality dan variability yang bisa saling melengkapi (komplementer) atau
memperbaiki.Fitur commonality dan variability direpresentasikan dalam Fitur
Model (FM).
Untuk mendapatkan kondisi aplikasi e-government terpasang, dilakukan
survey ke 6 Pemerintah Daerah (Pemda),dengan cara observasi, kuisioner, dan
interview. Aplikasi terpasang yang dijadikan sampel adalah aplikasi penyusunan
vi Universitas Indonesia
anggaran, aplikasi penatausahaan/belanja, aplikasi pelaporan dan
pertanggungjawaban, dan aplikasi pendapatan pajak daerah.Berdasarkan hasil
survey,menunjukkan bahwa terdapat fitur commonality dan variability pada
semua aplikasi. Hasil survey menunjukkan terdapat 47 fitur pada aplikasi
penyusunan anggaran,yang memiliki 28 fitur variability dan 19 fitur commonality.
Aplikasi penatausahaan/belanja memiliki 83 fitur, yang terdiri dari 30 fitur
variability dan 53 fitur commonality. Aplikasi pelaporan dan pertanggungjawaban
memiliki 48 fitur, yang memiliki 37 fitur variability dan 11 fitur commonality, dan
terdapat 61 fitur pada aplikasi pendapatan pajak daerah dengan 14 fitur variability
dan 47 fitur commonality. Jika kondisi seperti ini dibiarkan untuk multi domain
aplikasi e-government, dapat mengakibatkan cost dan effort development yang
tinggi.Oleh karena itu, kebutuhan untuk mengembangkan SPL menjadi penting,
karena dapat mengelola fitur commonality dan variability.Namun, berdasarkan
hasil analisis, metode requirement analysis yang sudah ada sebelumnya belum
bisa diterapkan untuk konteks seperti ini. Hal ini yang mendasari untuk
mengusulkan metode requirement analysis dalam mengembangkan software
product line yang bernama Metode R2FM.
Metode R2FM ini mensinergikan regulasi dengan BPM, dan
mensinergikan BPM dengan FM.Metode ini terdiri dari 2 metode, yaitu
(1).Metode yang pertama bernama R2BPM, yaitu metode untuk menyusun
business process model (BPM) dari dokumen peraturan.Metode ini terdiri dari 3
prosedur, yaitu prosedur menyusun business use case dari dokumen peraturan,
prosedur menyusun proses synopsis dari business use case, dan prosedur
menyusun activity diagram dari proses synopsis..Metode yang kedua bernama
Metode BPM2FM, yaitu metode untuk menyusun fitur model (FM) dari business
process model (BPM). Metode BPM2FM terdiri dari (1).Prosedur menentukan list
fitur dari activity diagram,(2). Prosedur menentukan ranking fitur dari list fitur,
dan (3).Prosedur menentukan fitur commonality dan variability dari ranking fitur.
Eksperimen Metode R2FM dibagi atas eksperimen Metode R2BPM dan Metode
BPM2FM.
Eksperimen Metode R2BPM dilakukan secara mandiri dan workshop
dengan mencoba metode secara iterasi.Selama proses iterasi, metode mengalami
revisi sampai hasil dari eksperimen dievaluasi oleh Domain Expert di Pemerintah
Daerah(Pemda). Peserta workshop terdiri dari 10 kelompok, dimana tiap
kelompok terdiri dari 5 orang. Hasil eksperimen menunjukkan terdapat 8
kelompok yang berhasil menyusun BPM dan 2 kelompok yang tidak berhasil
menyusun BPM. Hal ini menunjukkan bahwa Metode R2BPM dapat digunakan
untuk menyusun BPM.Eksperimen Metode BPM2FM dimulai dengan
menentukan list fitur dari activtiy diagram.Dalam menentukan list fitur, aktifitas
yang berbantukan komputer dan memungkinkan untuk disistemkan,
dikelompokkan ke dalam list fitur. Hasil list fitur yang didapatkan, dievaluasi oleh
Domain Expert di Pemda. Selanjutnya adalah, menentukan ranking fitur dari list
fitur, dengan improvisasi Metode S-AHP. Tujuannya adalah untuk
mengkuantifikasi fitur-fitur sistem perangkat lunak.Hasil ranking fitur
dikelompokkan berdasarkan trasehold nilai untuk
mengelompokkannya.Kelompok fitur dengan ranking tinggi menjadi fitur
commonality, sedangkan kelompok fitur yang memiliki ranking rendah menjadi
fitur variability. Hasil eksperimen Metode BPM2FM menunjukkan sebagai
vii Universitas Indonesia
berikut, terdapat 14 fitur pada aplikasi penyusunan anggaran. Dari fitur tersebut,
terdapat 5 fitur variability dan 9 fitur commonality.Aplikasi
penatausahaan/belanja memiliki 30 fitur,dari fitur tersebut, terdapat 6 fitur
variability dan 24 fitur commonality. Aplikasi pelaporan dan
pertanggungjawaban memiliki 23 fitur,dari fitur tersebut, terdapat 4 fitur
variability dan 19 fitur commonality, dan terdapat 25 fitur pada aplikasi
pendapatan pajak daerah. Dari fitur tersebut, terdapat 19 fitur variability dan 6
fitur commonality.